WELCOME TO MY BLOG

MUDAH-MUDAHAN ANDA MENDAPATKAN SESUATU DARI BLOG KAMI INI

Waktu shalat

Cari Blog Ini

apakah blog ini perlu dikembangkan?

Minggu, 05 September 2010

BAB III

BAB III
KURVA STABILITAS

Kurva stabilitas merupakan gambaran secara lengkap tentang kondisi stabilitas suatu kapal berupa diagram lengan stabilitas dengan sudut kemiringannya untuk beberapa kondisi displeismen, yang mana, itulah yang disebut dengan istilah kurva stabilitas statis ( static stability curve ). Disamping lengan stabilitas statis itu sendiri, kurva tersebut juga dapat digunakan untuk menentukan beberapa karakteristik penting lainnya untuk masing – masing displeismen, diantaranya ialah tinggi metasentra, sudut maksimum momen pengembali ( righting momen ), rentang stabilitas ( range stability ) dan stabilitas dinamis ( dinamic stability ).
Lengan stabilitas dapat dihitung dengan formulasi bahwa lengan stabilitas adalah hasil kali antara tinggi metasentra dengan sinus sudut oleng ( GG’ = MG sin Ɵ ). Tinggi metasentra MG ditentukan oleh besarnya jari – jari sudut oleng. Variasi sudut oleng adalah mulai dari 10° sampai dengan 90° dengan interval 10°, atau dari 15° sampai 90° dengan interval 15°. Hasil yang diperolah akan lebih akurat bila intervalnya lebih kecil. Dengan pertimbangan untuk sekaligus meliputi sudut oleng stabilitas awal, maka disarankan untuk menghitung mulai dari sudut oleng 5°, 10° sampai 90° dengan interval 10°.

a. Gambar Body Plan Penuh

Pada gambar rencana garis ( lines plan ), body plan digambar hanya setengah bodi yaitu lambung kiri dan lambung kanan saja. Untuk keperluan pembuatan panto carena, body plan harus digambar secara utuh. Dengan kata lain, gambar – gambar penampang melintang lambung kapal ( section ) dibuat secara utuh baik sisi kiri maupun sisi kanan dan juga garis lintang geladak. Pada gambar 9 di bawah ini diperlihatkan contoh body plan yang digambar dengan posisi miring, serta dilengkapi dengan beberapa garis air.



























Gambar 9. Body Plan Penuh


Untuk memudahkan dalam penggunaannya dan tidak membuat gambar secara berulang, maka gambar body plan sebaiknya dibuat pada kertas trasparan. Untuk garis – garis air dibuat pada yang lain. Pada garis – garis air tersebut dibuat satu garis vertikal di bagian tengah, dan beberapa garis diagonal yang memotong garis vertikal tersebut pada garis air nol ( WL 0 ). Setiap garis diagonal membentuk sudut terhadap garis vertikal tersebut sebesar sudut oleng kapal yang akan ditinjau.

b. Luas dan Titik Berat Penampang Garis Air

Perhitungan luas dan titik berat penampang garis air kapal oleng dilakukan terhadap penampang garis air mulai dari bagian terbawah berturut – turut ke atas sampai pada garis air dimana akan didapatkan volume atau displeismen yang lebih besar sama dengan displeismen perencanaan.
Ordinat – ordinat lebar penampang garis air dapat diukur pada gambar body plan, hal mana, ordinat – ordinat yang dimaksud adalah lebar dari semua section pada posisi garis air bersangkutan. Lebar setiap section ditentukan dengan dua ukuran, masing – masing diidentifikasi dengan simbol Ym dan Yk. Keduanya diukur dari titik potong antara garis air bersangkutan dengan garis vertikal yang melalui titik lunas K ( garis KK ). Lebar pada sisi kanan, itulah yang disebut dengan Ym, sedangkan Yk adalah lebar pada sisi kiri. Hasil penjumlahan antara Ym dengan Yk, itulah lebar section. Penentuan nilai Ym dan Yk ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam penentuan posisi titik berat penampang garis air terhadap garis KK.
Sebagai penjelasan dari uraian di atas, pada gambar 10 berikut ini diperlihatkan contoh gambar penampang garis air kapal oleng.






Gambar 10. Penampang Garis Air Kapal Oleng


Perhitungan luas dan letak titik berat penampang garis air kapal oleng yang dimaksud di atas dapat dilakukan cara seperti pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Perhitungan Luas dan Titik Berat Penampang Garis Air Kapal Oleng

NO
SECT Ym
(m) Yk
(m) Ym+Yk
(m) F.L D.E ½(Ym+Yk) F.G
A B C D E F G H

∑1=.... ∑2=...


Kolom A, B, C, D, E, F dan pada tabel 1 di atas tentunya sudah cukup jelas. Untuk kolom D dan G dijelaskan sebagai berikut:





a. Kolom D, yakni faktor luas (FL) menurut metode atau formula simpson I.

b. Kolom G,dengan formulasi perhitungan ½ ( Ym – Yk ),itu adalah jarak titik tengah dari lebar section terhadap garis sumbu KK. Pada kasus dimana garis sumbu KK berada di luar bagian lebar section yang ditinjau, maka nilai Yk negatif. Meskipun nilai Yk negatif, tetapi perhitungan jarak terhadap titik tengah dari lebar section yang dimaksud, tetap sama dengan section yang Yk-nya positif. Dengan memperhatikan gambar 10, perihal ini dapat diyakini dengan pembuktian sebagai berikut.

½ (Ym – Yk ) = - (-Yk) + ½ {Ym + (- Yk) }
= Yk + ½ Ym - ½ Yk
= ½ (Ym – Yk )

Dengan telah diperolehnya nilai ∑1 dan ∑2 pada tabel 1 di atas, selanjutnya, luas dan letak titik berat penampang garis air oleng dapat dihitung yang masing – masing dengan persamaan ( 33 ) dan ( 34 ) di bawah ini.


1 ∑1
AW’L’ = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 33 )
3

∑2
KF = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 34 )
∑1


c. Volume dan Titik Tekan


Jika perhitungan luas dan titik tekan untuk beberapa penampang garis air selesai, selanjutnya, perhitungan volume dan letak titik tekan kapal untuk satu sudut oleng tertentu dapat dilakukan dengan cara seperti pada tabel 2 di bawah ini.











Tabel 2. Perhitungan Volume dan Titik Tekan Kapal Oleng

NO
W’L’ AW’L’
(m²) FV B . C KF D . E FMv F . G
A B C D
E F
G H

-2
-1
0
∑1.0...
∑2.0...
∑3.0...

0
1
2
∑1.2...
∑2.2...
∑3.2...

2
3
4
∑1.4...
∑2.4...
∑3.4...

4
5
6
∑1.6... ∑2.6... ∑3.6...


Beberapa kolom pada tabel 2 di atas, dijelaskan sebagai berikut :
a. Kolom B, adalah nilai luas untuk suatu penampang garis air kapal oleng ( AW’L’ ) yang diperoleh dari hasil perhitungan menurut persamaan ( 33).
b. Kolom C, adalah faktor volume ( FV ) menurut menurut metode atau formula simpson I.
c. Kolom D, adalah nilai jarak titik berat untuk suatu penampang garis air kapal oleng terhadap sumbu KK ( KF ) yang diperoleh dari hasil perhitungan menurut persamaan ( 34 ).
d. Kolom E, faktor momen vertikal ( FMv ) adalah jumlah satuan jarak antar penampang garis air tertentu terhadap penampang garis air nol.

Setelah nilai ∑1, ∑2, dan ∑3 pada tabel 2 di atas diperoleh, maka volume serta jarak titik tekan kapal oleng yang dihitung mulai dari titik terendah lambung kapal sampai garis air tertentu n, dapat dihitung dengan formulasi seperti pada persamaan ( 35 ), (36 ), (37 ) di bawah ini.






t ∑1. n
V’n = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 35 )
3

∑2. n
KKBƟ = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 36 )
∑1. n

t ∑3. n
KBƟ = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 37 )
∑1. n


Dengan telah diperolehnya volume kapal olen sampai pada sarat tertentu ( V’n), maka displeismen jega sudah dapat dihitung dengan rumus seperti pada persamaan ( 38 ) berikut ini.

D’n = V’ n ɤ c . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 38 )

Jarak vertikal titik tekan kapal oleng terhadap titik lunas ( KBƟ ), sebenarnya tidak diperlukan untuk pembuatan panto carena. Meskipun demikian, KBƟ perlu dihitung untuk mengetahui koordinat posisi titik tekan kapal oleng ( KKBƟ, KB ).


d. Gambar Panto Carena


Setelah volume dan letak titik tekan kapal oleng telah dihitung untuk beberapa sudut, maka data panto carena dapat disusun seperti pada tabel 3.

Tabel 3 . Data Panto Carena

NO SUDUT
OLENG D
KKBƟ SAMPAI PADA GARIS AIR
0 1 ... 2
1 5° D’
KKBƟ
2 10° D’
KKBƟ
3 20° D’
KKBƟ
... ... ° D’
KKBƟ
10 90° D’
KKBƟ


Nilai – nilai jarak tegak lurus titik tekan kapal oleng terhadap garis sumbu vertikal yang melalui titik lunas ( KKBƟ ) untuk berbagai displeismen dan sudut oleng yang disajikan pada tabel 3, selanjutnya digambarkan dalam bentuk kurva sebagaimana yang dimaksud dengan panto carena ( cross curve ). Pada gambar 11 di bawah ini memperlihatkan contoh panto carena.




Gambar 11. Panto Carena




3.2. BERAT DAN LETAK TITIK BERAT

Dalam pengoperasiannya, kapal akan berlayar dalam berbagai variasi berat muatan. Dengan demikian, kapal harus memiliki stabilitas yang baik pada berbagai kondisi displeismen. Untuk keperluan penentuan stabilitas, biasanya dihitung lima variasi displeismen yaitu displeismen kapal kosong, serta displeismen dengan muatan sebesar 25%, 50%, 75% dan 100% dari total kapasitas muatan DWT.
Perhitungan berat dan letak titik berat kapal secara komponen adalah sebagaimana dengan contoh pada tabel 4 di bawah ini.


Tabel 4. Perhitungan Berat dan Letak Titik Berat Kapal

NO KOMPONEN
BERAT BERAT
(TON) JARAK TITIK BERAT
(M) ; TERHADAP C . D C . E
K AP
A B C D E F H

∑1.... ∑2.... ∑3....

Dengan nilai – nilai ∑1, ∑2 dan ∑3 yang diperoleh pada tabel 4 diatas, maka berat dan letak titik berat kapal masing – masing dapat dihitung dengan persamaan ( 39 ), ( 40 ) dan ( 41 ) di bawah ini.

D = ∑1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 39 )

∑2
KG = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 40 )
∑1

∑3
LCG = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 41 )
∑1

Setelah jarak vertikal titik berat terhadap garis dasar atau garis lunas ( KG ) diperoleh, selanjutnya lengan gaya berat dapat dihitung dengan formulasi seperti persamaan ( 42 ) di bawah ini.

Kk = KG sin Ɵ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 42 )

Jarak titik berat kapal terhadap garis tegak buritan (LCG ) tidak diperlukan untuk perhitungan stabilitas melintang kapal, tetapi karena diperlukan untuk perhitungan stabilitas memanjang, maka sebaiknya dihitung sekaligus. Bila perhitungan berat dan letak titik berat kapal telah dihitung untuk berbagai displeismen, maka sebaiknya disajikan dalam suatu tabel bentuk seperti pada tabel 5 di bawah ini, hal mana, di dalam juga terdapat nilai – nilai lengan gaya berat.





Tabel 5. Data Berat, Letak Titik Berat dan Lengan Gaya Berat Kapal

NO BERAT
(TON) KG
(M) KG SIN Ɵ ( M )
PADA SUDUT OLENG Ɵ
5° 10° 20° ... ° ... ° 90°
1
2
3
4
5


Sebagai penjelasan tambahan, perlu dikemukakan disini bahwa variasi muatan untuk suatu kapal, adalah mungkin berada diantara variasi muatan yang disebutkan terdahulu. Variasi muatan seperti itu sangat mungkin terjadi, misalnya pada kapal – kapal barang yang banyak menyinggahi pelabuhan. Untuk memberikan keyakinan, maka peninjauan stabilitas pada suatu displeismen tertentu sebaiknya juga dilakukan.


3.3. LENGAN STABILITAS

Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu bahwa kopel terjadi karena interaksi antara gaya tekan dengan gaya berat kapal, hal mana, besarnya adalah hasil kali antara berat atau displeismen kapal dengan jarak garis kerja diantara kedua gaya tersebut. Dengan perkataan lain, lengan stabilitas adalah selisih antara lengan gaya tekan dengan lengan gaya berat.
Pada panto carena telah digambarkan kurva lengan gaya tekan pada berbagai displeismen dan sudut oleng, seperti contoh gambar 11. Lengan gaya berat pada berbagai displeismen dan sudut oleng juga telah diperoleh seperti tabel 5. Selanjutnya, lengan stabilitas dapat dihitung dengan cara seperti pada tabel 6 di bawah ini.


Tabel 6. Perhitungan Lengan Stabilitas

NO SUBYEK RUMUS SUDUT OLENG Ɵ
10° 20° ... ° 90°
1 KKBƟ ( 1 )
2 KG sin Ɵ ( 2 )
3 GG’ ( 1 ) – (2 )
4 Integral GG’ Integral ( 3 )
5 Ld ½ (d Ɵ. л/180) ( 3 )

Lengan stabilitas harus dihitung dan dibuatkan kurvanya untuk berbagai kondisi displeismen dan sudut oleng. Perhitungan pada tabel 6 di atas adalah perhitungan lengan stabilitas pada berbagai sudut oleng untuk suatu nilai displeismen tertentu. Dengan data pada baris 3 dan 5 dalam tabel 6, selanjutnya kurva lengan stabilitas dapat digambarkan seperti pada gambar 12.


Gambar 12. Lengan Stabilitas

Beberapa karateristik stabilitas yang tergambar pada kurva stabilitas seperti pada gambar 11 di atas, diantaranya ialah lengan stabilitas statis, rentang stabilitas ( range stability ), lengan stabilitas statis dan tinggi metasentra.
Pada suatu sudut oleng tertentu, lengan stabilitas statis ( GG’ ) bisa bernilai positif, nol ataupun negatif. Ketiga nilai tersebut mengindikasikan keseimbangan kapal, hal mana, GG’ (+) berarti keseimbangan netral, dan GG(-) berarti keseimbangan labil.
Dari kurva lengan stabilitas statis juga dapat ditentukan rentang stabilitas ( range stability )suatu kapal. Rentang stabilitas adalah rentang sudut oleng kapal baik oleng kiri maupun oleng kanan, pada yang sama, kapal dalam keseimbangan stabil. Sebagai contoh, pada gambar 11 menunjukkan rentang stabilitas antara 0° sampai dengan 82,5°.
Dalam hubungan dengan lengan stabilitas dinamis, luas kurva lengan stabilitas statis merupakan panjang lengan stabilitas statis sebagaimana perhitungan pada baris 5 dalam tabel 6. Dari persamaan ( 31 ) bisa didapatkan bahwa lengan stabilitas dinamis adalah sebesar MG ( 1 - cos Ɵ ), hal mana, ini adalah sama dengan luas kurva lengan stabilitas statis dengan pembuktian seperti berikut ini.



MG (1 – cos dƟ ) ≈ ½ (dƟ / 180 ) л dGG’

≈ 0,00873 dƟ MG sin Ɵ . . . . . . . . (43 )
1 – cos dƟ ≈ 0,00873 dƟ sin dƟ

Misalkan dƟ = 10° cos 10° = 0,984807
Sin 10° = 0,173648

1 – cos dƟ = 1 - 0,984807
= 0,015193

0,00873 dƟ sin dƟ = 0,00873 . 10. 0,173648
= 0,015158

Pada kurva lengan stabilitas statis juga dapat ditentukan besarnya tinggi metasentra ( MG ). Besarnya tinggi metasentra adalah jarak vertikal dari sumbu horisontal sampai pada titik potong antara garis diagonal yang melalui titik singung lengkung lengan stabilitas statis pada sudut oleng dƟ, dengan garis vertikal yang melalui titik absis 1 radian atau 57,3°. Nilai MG yang diperoleh disini adalah tinggi metasentra kapal pada sudut oleng kecil dƟ atau sudut oleng limit mendekati nol, bukan MG pada sudut oleng 57,3°.
Penetapan garis vertikal yang melalui titik absis 1 radian atau 57,3°. Sebagaimana dimaksud di atas, itu merupakan gambaran signifikan korelasi antara tinggi metasentra MG dan lengan stabilitas statis GG’ bahwa GG’ = MG sin Ɵ. Dengan demikian, jika garis vertikal setinggi GG’ ditempatkan pada titik sejauh dƟ dari titik nol sumbu peninjauan, maka garis vertikal setinggi MG harus ditempatkan sejauh 1 radian dari titik nol sumbu peninjauan. Untuk jelasnya, dapat dilihat ilustrasi dan pembuktian di bawah ini.



GG’ MG
=
dƟ x

MG dƟ MG dƟ dƟ
x = = =
GG’ MG sin dƟ sin dƟ

≈ 57,3

BAB II

BAB II
PERHITUNGAN STABILITAS


Ukuran stabilitas kapal adalah besarnya kopel yang terjadi sebagai akibat interaksi antara gaya berat dan gaya tekan. Dalam hal ini adalah selisih momen dari kedua gaya tersebut. Karena berat W sama dengan gaya tekan D, maka besaran stabilitas kapal tergantung dari lengan momen gaya berat dan momen gaya tekan tersebut.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab sebelm ini,bahwa lengan momen gaya – gaya tersebut di atas dibedakan antara lengan statis dan dinamis. Besarnya lengan kedua momen gaya tersebut tergantung dari besarnya sudut oleng kapal. Sudut oleng kapal dibedakan antara sudut oleng kecil ( 0° < Ɵ ≤ 6° ) dan sudut oleng besar (Ɵ > 6°).
Dengan variabel lengan dan sudut oleng seperti yang disebutkan di atas,maka tinjauan terhadap stabilitas kapal meliputi stabilitas awal ( initial stability ) atau stabilitas pada sudut oleng kecil ( stability at finite angles of heel ), dan stabilitas lanjut atau stabilitas pada sudut oleng besar ( stability at large of heel ). Pokok tinjauan baik pada stabilitas awal maupun stabilitas lanjut adalah stabilitas statis ( static stability ) dan stabilitas dinamis ( dynamic stability ).

2.1. STABILITAS AWAL

Stabilitas kapal ditentukan oleh dua faktor utama yaitu berat dan bentuknya. Stuktur komponen – komponen berat kapal menentukan letak titik berat kapal G, dan bentuk lambung kapal di bawah permukaan air menentukan letak titik tekan B. Posisi G terhadap B menentukan besarnya lengan stabilitas seperti contoh pada gambar 7.



Gambar 7. Lengan Gaya Berat dab Gaya Tekan

a. Stabilitas Statis Awal

Lengan stabilitas statis adalah jarak tegak lurus antara garis kerja gaya tekan dengan garis kerja gaya berat. Dengan kata lain, lengan stabilitas tersebut adalah selisih antara lengan momen gaya tekan dengan lengan momen gaya berat. Panjang lengan momen kedua gaya tersebut adalah jarak tegak lurus garis kerjanya masing – masing terhadap titik tekan B atau juga terhadap titik K yang berada garis dasar atau garis lunas.
Lengan momen gaya tekan BB’ atau Kk dapat dihitung dengan menggunakan persamaan ( 19 ) atau persamaan ( 20 ) di bawah ini.

BB’ = MB sin Ɵ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 19 )

Kk = MK sin Ɵ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 20 )

Besarnya momen gaya tekan merupakan hasil kali antara gaya tekan atau displeismen dengan panjang lengannya seperti pada persamaan ( 21 ) atau prsamaan (22).

MD = D MB sin Ɵ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 21 )

MD = D MK sin Ɵ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 22 )

Dengan peninjauan panjang lengan terhadap titik B atau K seperti pada peninjauan lengan momen gaya tekan, maka lengan momen gaya berat Bb atau Kb’ dapat dihitung dengan menggunakan persamaan ( 23 ) atau persamaan ( 24 ) di bawah ini.

Bd = BG sin Ɵ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 23 )

Kb = KG sin Ɵ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 24 )
Sebagaimana hal dengan momen gaya tekan, besarnya momen gaya berat merupakan hasil kali antara gaya beratdengan panjang lengannya seperti persamaan ( 25 ) atau persamaan ( 26 ).

MW = W BG sin Ɵ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 25 )

MW = W KG sin Ɵ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 26 )
Arah garis kerja gaya tekan adalah ke atas dan arah garis kerja gaya berat adalah ke bawah. Karena momen gaya tekan merupakan usaha untuk mengembalikan kapal pada posisi tegak semula, maka besaran stabilitas kapal adalah pengurangan momen gaya tekan oleh momen gaya berat. Dengan demikian, stabilitas statis awal dapat dihitung dengan menggunakan persamaan ( 27 ) atau persamaan ( 28 ) dengan penjabaran masing – masing seperti berikut ini.


Ssa = MD - MW
= ( D MB sin Ɵ ) – ( W BG sin Ɵ )

D = W . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 27 )
MG = MB – BG

Ssa = W MG sin Ɵ


Ssa = MD – MW
= ( D MK sin Ɵ ) – (W KG sin Ɵ )

D = W . . . . . . . . . . . . . . . . ( 28 )
MG = MK – KG

Ssa = W MG sin Ɵ


Penjabaran pada persamaan ( 27 ) dan ( 28 ) memberikan kesimpulan yang sama bahwa besarnya stabilitas statis merupakan hasil antara gaya berat atau gaya tekan dengan lengan stabilitas statis. Lengan stabilitas statis sebesar tinggi metasentra ( MG ) dikali sin Ɵ tersebut, pada pokoknya adalah hasil pengurangan lengan gaya tekan oleh lengan gaya berat.

b. Stabilitas Dinamis Awal

Pada keadaan kapal miring dengan sudut oleng sebesar Ɵ, titik tekan B bergeser menjadi BƟ. Dengan demikian terjadi perbedaan posisi BƟ terhadap G pada garis air W’L’ dengan B terhadap G pada garis air WL. Pada gambar 7 dapat dilihat bahwa titik G semakin dekat terhadap garis air dengan jarak semula adalah GO berubah menjadi GO’. Titik tekandari B ke BƟ semakin jauh dari garis air dengan jarak semula sebesar BO berubah menjadi BƟO’’. Besaran perubahan jarak tersebut, itulah dimaksud dengan lengan gaya dinamis.
Dengan perubahan atau perbedaan posisi tersebut, pada kapal timbul energi potensial yang diberikan gaya tambahan untuk mengembalikan kapal kembali ke kedudukan semula. Gaya tambahan tersebut, itulah yang dimaksud dengan stabilitas dinamis dari kapal.
Besarnya momen gaya dinamis dari gaya tekan dan gaya berat kapal, merupakan hasil kali antara besar gaya dengan lengan dinamisnya masing – masing sebagaimana pada persamaan ( 29 )dan persamaan (30 ) di bawah ini.

MdD = D ( BƟO’’ – BO ) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 29 )

MdW = W (GO – GO’ ) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 30 )
Selisih antara momen dinamis gaya tekan MdD dengan momen dimanis gaya berat MdW, itulah yang merupakan besaran stabilitas dinamis. Dengan demikian, besarnya stabilitas dinamis awal kapal dapat dihitung dengan menggunakan persamaan ( 31 ) yang dijabarkan seperti berikut ini.

Sda = MdD – MdW
= D (BƟO’’ – BO) – W (GO – GO’)

D = W
BƟO’’ = BƟG’’ – G’O’’
( - BO – GO ) = -BG
GO’ = G’O’’

Sda = D (BƟG’ – G’O’’ – BG + G’O’’)
= D (BƟG’ – BG)

BƟG’ = MBƟ – MG’
. ( 31 )
Sda = D ( MBƟ – MG’ – BG )

MBƟ = MB
MG’ = MG cos Ɵ
BG = MB – MG

Sda = D ( MB – MG cos Ɵ – MB – MG )

Sda = D ( MG – MG cos Ɵ )

Sda = D MG ( 1 – cos Ɵ )


Jika stabilitas dinamis dibandingkan terhadap stabilitas statis, maka stabilitas dinamis juga dapat dihitung dengan menggunakan persamaan ( 32 ) di bawah ini.


Sda D MG ( 1- cos Ɵ )
=
Ssa D MG sin Ɵ
. . . . . . . . . . . . . . . . . ( 32 )

1 – cos Ɵ
Sda = Ssa
Sin Ɵ



Kurva lengan stabilitas statis dapat dibuat setelah nilainya diperoleh pada berbagai sudut oleng. Selanjutnya, lengan stabilitas dinamis dapat dihitung, hal mana, lengan stabilitas dinamis pada suatu sudut oleng Ɵ adalah sama dengan luas kurva lengan stabilitas statis dari sudut oleng 0° sampai sudut oleng Ɵ tersebut. Perihal ini akan dijelaskan selengkapnya pada uraian mengenai kurva stabilitas.

2.2. STABILITAS LANJUT


Pengertian istilah stabilitas lanjut adalah stabilitas kapal pada suatu kemiringan dengan sudut oleng yang besar. Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, sudut oleng besar adalah sudut oleng sudut oleng diatas 6°. Pada pokoknya, prinsip perhitungan lengan dan momen stabilitas lanjut adalah sama seperti pada stabilitas awal. Panjang lengan stabilitas adalah tinggi metasentra dikali dengan sinus sudut oleng (MG sin Ɵ) dan stabilitas adalah hasil perkalian antara berat atau displeismen kapal dengan lengan stabilitasnya ( D MG sin Ɵ )
Perihal yang membedakan antara stabilitas lanjut dengan stabilitas awal adalah pada pergesaran titik tekan serta jari – jari dan tinnggi metasentra. Pada sudut oleng kecil ( 0° < Ɵ ≤ 6° ),garis pergeseran titik tekan dari B ke BƟ masih merupakan garis busur lingkaran dengan jari – jari metasentra MB, atau dengan kata lain MB masih relatif sama dengan MBƟ ( MB ≈ MBƟ ).
Sudut oleng yang besar memberikan konsekuensi perubahan bentuk lambung kapal di bawah permukaan air yang besar pula seperti ilustrasi pada gambar 8. Karena bentuk kapal tidak homogen, maka volume baji keluar dan baji masuk sudah tidak sama. Permulaan volume baji ini memberi efek terjadinya perubahan sarat, atau jelasnya bahwa titik potong antara garis air pada saat oleng dengan garis pada saat kapal tegak tidak lagi berada pada bidang tengah vertikal memanjang kapal. Perubahan atau pergesaran garis air dimaksud akan tampak lebih jelas jika sudut oleng Ɵ sudah lebih besar dari sudut geladak atau yang dikenal istilah Ɵ-deck ( Ɵd ). Sudut geladak adalah sudut yang terbentuk oleh garis diagonal yang melalui garis geladak ( deck line ) dengan garis air pada saat kapal tegak, pada yang sama, kedua garis tersebut bertitik potong pada bidang vertikal tengah memanjang kapal atau pada titik tengah garis air tersebut.




Gambar 8. Jari – jari Metasentra Pada Sudut Oleng Besar


Karena adanya perubahan bidang luasan garis air menyusul terjadinya perubahan bentuk lambung kapal di bawah permukaan air sebagaimana dimaksud di atas, maka besarnya jari – jari metasentra MBƟ berbeda dengan jari – jari metasentra MB. Dengan demikian, tinggi metasentra dan tentunya juga lengan stabilitas akan berubah – ubah tergantung dari besarnya sudut oleng.
Dari apa yang telah dijelaskan di atas, tentunya telah jelas bahwa penentuan lengan stabilitas lanjut khususnya untuk lengan momen gaya tekan dapat dilakukan setelah perhitungan volume, displeismen dan letak titik kapal pada keadaan oleng atau apa yang dikenal dengan istilah panto carena ( cross curves ).
Detail langkah – langkah perhitungan stabilitas, baik stabilitas lanjit maupun awal, akan dibahas dalam uraian mengenai kurva – kurva stabilitas pada bab sesudah ini.

BAB I

BAB I
PRINSIP DASAR STABILITAS



Kapal harus memiliki stabilitas yang baik sebagai jaminan keselamatan dari bahaya tenggelam akibat kapal terbalik. Istilah stabilitas yang dimaksud disini adalah kemampuan kapal untuk kembali pada posisi tegak atau kesetimbangan semula setelah mengalami kemiringan akibat pengaruh gaya-gaya dari luar seperti ombak maupun gaya-gaya dari dalam kapal itu sendiri.



1.1. PERIHAL KESEIMBANGAN


Suatu benda berada pada keadaan seimbang atau setimbang dalam arti diam jika jumlah gaya-gaya dan momen-momen yang bekerja padanya adalah nol. Perihal kesetimbangan gaya dan momen ini diilustrasikan seperti pada gambar 1 di bawah ini.




Gambar 1. Keseimbangan Gaya dan Momen

Pada gambar 1. tersebut diperlihatkan suatu benda yang diletakkan di atas suatu tumpuan bebas. Gaya F1 dan F2 menekan benda tersebut secara horisontal dengan arah yang berlawanan,masing –masing dari sisi kiri dan kanan. Jika besar gaya F1 dan F2 sama dan berada pada satu garis kerja, maka benda tetap diam atau setimbang seperti pada gambar 1a, karena jumlah gaya dan momen yang bekerja padanya adalah nol. Sebaliknya, benda akan bergerak atau tidak setimbang uka besar gaya F1 dan F2 tidak sama.



F1 = F2 ∑F = 0 benda diam atau setimbang

y1 = y2 ∑M = 0



F1 > F2 ∑F > 0 benda bergerak atau tidak seimbang

y1 = y2 ∑M > 0




Meskipun besar gaya F1 dan F2 adalah sama, tetapi posisinya berbeda atau dengan kata lain tidak pada satu garis kerja seperti ditunjukkan pada gambar 1b, maka benda akan bergerak atau tidak dalam keadaan setimbang. Benda akan tetap diam jika besar gaya F1 dan F2 tidak sama hingga jumlah momennya nol.






F1 = F2 ∑F = 0 benda bergerak atau tidak seimbang

y1 > y2 ∑M > 0



F1 < F2 ∑F > 0 benda diam atau setimbang

y1 > y2 ∑M = 0






Perihal kesetimbangan benda ada tiga macam seperti ditunjukkan pada gambar 2, yakni keseimbangan stabil (stable equilibrium), keseimbangan labil (unstable equilibrium) dan keseimbangan sembarang atau netral (indifferent or neutral equilibrium).





Gambar 2. Keseimbangan Benda




Jika suatu benda mengalami kemiringan atau perubahan posisi karena mendapat gangguan gaya dari luar , dan selanjutnya dapat kembali ke posisinya semula setelah gaya tersebut lepas, itulah yang dimaksud dengan keseimbangan stabil sebagaimana yang diperlihatkan pada gambar 2a. Untuk benda dengan keseimbangan labil seperti pada gambar 2b, bila mengalami perubahan posisi atau kemiringan sedikit dari kedudukan semula, benda tersebut akan terus bertambah miring dan tidak dapt kembali pada kedudukannya semula. Suatu benda dengan keseimbangan sembarang seperti yang ditunjukkan pada gambar 2c, jika mengalami perubahan dari kedudukannya, benda tersebut akan tetap pada kedudukannya yang baru bagaimanapun berubah kedudukannaya.


1.2. KESEIMBANGAN KAPAL


Kapal yang terapung dengan posisi tegak pada air tenang akan diam atau dalam keadaan setimbang jika tidak terjadi kesetidakseimbangan gaya-gaya dan momen- momen yang bekerja padanya. Ada dua gaya yang mempengaruhi keseimbangan kapal, yaitu gaya berat kapal dan gaya tekan air. Bila kapal diam, itu berarti garis kerja kedua gaya tersebut berada pada garis vertikal yang sama. Agar kapal memiliki keseimbangan yang mantap, maka titik berat atau titik tangkap dari gaya berat dan gaya tekan harus berada pada posisi yang tepat.


a. Berat dan Titik Berat


Berat kapal adalah jumlah dari seluruh komponen berat di kapal. Secara garis besar , komponen – komponen berat kapal dikelompokkan menjadi dua yaitu berat kapal kosong dan berat muatan. Berat kapal kosong meliputi berat konstruksi lambung dan bangunan atas, permesinan serta perlengkapan kapal yang dikenali dengan sebutan LWT (LightweightTonnage). Sedangkan yang dimaksud muatan, diantaranya adalah muatan bersih (payload), bahan bakar, minyak pelumas, air tawar, penumpang, awak kapal, perbekalan dan barang bawaan, dan sebagainya yang dikenali dengan sebutan bobot mati atau DWT (Dead Weight Tonnage).

W = LWT + DWT ( ton ) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 1 )

Titik berat kapal adalah resulan titik tangkap gaya berat dari seluruh komponen berat kapal. Pada arah memanjang kapal, posisi titik berat kapal adalah jaraknya terhadap garis tegak buritan atau After Perpendicular (AP) yang biasa disebut dengan istilah LCG (Longitudinal Center of Gravity). Sedangkan pada arah melintang kapal, posisi titik berat kapal adalah jaraknya terhadap garis dasar (base line) atau terhadap lunas. Posisi vertikal titik berat kapal ini dikenal dengan sebutan VCG (Vertical Center of Gravity) atau dengan simbol KG. Perihal posisi titik berat ini diilustrasikan sebagaimana pada gambar 3 di bawah ini.










Gambar 3. Posisi titik berat dan titik tekan

Estimasi berat kapal serta letak titik beratnya dapat dihitung dengan menggunakan rumus – rumus empirik. Perhitungan secara komponen atau dengan kata lain menghitung berat dan letak titik berat seluruh komponen – komponen berat kapal secara satu demi satu. Letak titik berat kapal merupakan hasil bagi antara jumlah momen statis dari seluruh komponen berat dibagi dengan jumlah berat dari seluruh berat komponen.


∑ ml.w
LCG = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 2 )
∑ w



∑ mv.w
KG = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 3 )
∑ w
.




Setelah kapal terapung di air, berat dan letak titik beratnya dapat ditentukan secara lebih akurat melalui percobaan lambungan (inclining experiment).




b. Displeisment dan titik tekan

Dalam teori kapal, yang dimaksud dengan displeismen (displacement) atau pergeseran ialah sejumlah air yang digeser oleh kapal yang terapung bebas, hal mana, beratnya adalah sama dengan berat kapal itu sendiri. Besarnya displeismen kapal dapat dihitung dengan rumus berikut ini.

D = L B T Cb ɤ c . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 4 )


Berdasarkan prinsip Archimedes bahwa sebuah benda yang tercelup di air akan mendapat gaya tekan air sebesar air yang dipindahkan, itu berarti kapal mendapat gaya tekan air yang besarnya sama dengan displeisman kapal. Titik tangkap gaya – gaya tekan air itulah yang dimaksud dengan titik tekan.
Seperti halnya posisi titik berat, posisi titik tekan juga ditinjau baik pada arah memanjang maupun vertikal sebagaimana ditunjukkan pada gambar 3. Letak titik tekan pada arah memanjang dikenal dengan sebutan LCB (Longitudinal Center of Bouyancy) yaitu jarak titik tekan terhadap garis tegak buritan. Sedangkan letak titik tekan pada arah vertikal kapal yang dikenal bengan sebutan VCB (Vertical Center of Bouyancy) adalah jarak titik tekan terhadap garis dasar atau terhadap garis lunas yang juga biasa dituliskan dengan simbol KB.


c. Interaksi Gaya Barat dan Gaya Tekan


Kapal didesain untuk dapat terapung dan setimbang dalam posisi tegak. Meskipun mengalami kemiringan akibat suatu gaya selain gaya berat dan gaya tekannya, sesudahnya dapat kembali pada posisi tegak semula. Perihal posisi dan keseimbangan kapal ini, tergantung dari interaksi antara gaya berat dan gaya tekannya.
Pada arah melintang, kapal akan berada pada posisi tegak jika titik berat dan titik tekan berada pada bidang tengah vertikal memanjang kapal (longitudinal center plane). Posisi tegak memanjang kapal akan terjadi jika titik berat dan titik tekan berada pada bidang vertikal melintang kapal ( athwart center plane ) yang sama, atau dngan kata lain LCG dan LCB sama besar. Uraian berikut ini hanya membahas keseimbangan melintang kapal.
Seperti ditunjukkan pada gambar 4a, kapal berada pada posisi tegak. Pada keadaan ini, titik berat dan titik tekan berada pada bidang vertikal tengah memanjang kapal atau bekerja pada satu garis kerja yang sama. Garis kerja gaya berat maupun gaya tekan selalu vertikal tegak lurus dengan bidang horisontal permukaan air, tetapi arahnya berlawanan. Arah garis kerja gaya berat ke bawah searah dengan gravitasi, sedangkan arah garis kerja gaya tekan adalah ke atas. Karena jarak antara garis kerja kedua gaya tersebut adalah nol serta besar gayanya sama, maka antara kedua gaya tersebut saling meniadakan. Pada keadaan ini, kapal diam karena jumlah gaya-gaya dan jumlah momen- momen yabg bekerja padanya adalah nol.



Gambar 4. Posisi Kapal Serta Interaksi Antara Gaya Barat dengan Gaya Tekan










Jika ada gaya luar yang bekerja dan menjadikan kapal miring dengan sudut oleng ɵ seperti pada gambar 4b, maka bentuk badan kapal yang berada di dalam air pada keadaan oleng ini berbeda pada waktu kapal tegak. Dengan demikian, titik tekan kapal akan bergeser dari posisinya semula di titik B ke titik BƟ. Titik tekan pada keadaan miring yakni BƟ ini tidak lagi berada pada bidang vertikal tengah memanjang kapal. Sementara itu, titik berat kapal tetappada posisi semula. Pada keadaan oleng ini, garis kerja gaya berat terpisah dangan garis kerja gaya tekan. Jarak tegak lurus antara garis kerja kedua gaya tersebut sebesar h, itulah yang disebut dengan lengan stabilitas (righting arm).
Dengan terpisahnya garis kerja gaya berat dan gaya tekan dengan arah yang berlawanan, pada yang mana kedua gaya tersebut besarnya sama, maka terjadi kopel yang besarnya merupakan hasil kali antara salah satu dari kedua gaya tersebut yang dalam hal ini adalah displeismen dengan jarak garis kerjanya.

C = D x h . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 5 )

Momen kopel yang dimaksud di atas bisa merupakan momen pengembali (righting moments). Jika lengannya positip seperti pada gambar 5a, dan juga bisa merupakan omen oleng (heeling moments). Jika lengannya negatif seperti pada gambar 5c. Momen pengembali terjadi pada suatu sudut inklinasi, pada yang mana gaya berat dan gaya tekan menggerakkan kapal untuk kembali pada posisi tegak semula. Momen oleng terjadi pada sudut inklinasi, pada yang mana gaya berat dan gaya tekan menggerakkan semakin jauh dari posisi tegak semula. Disamping itu, jika pada suatu sudut inklinasi tertentu dimana lengan momen kopel adalah nol seperti pada gambar 5b, maka antara momen gaya berat dengan momen gaya tekan akan saling meniadakan sehingga kapal tetap pada posisi inklinasi tersebut.

d. Posisi Metasentra dan Keseimbangan kapal

Metasentra adalah titik potong antara garis vertikal yang melalui titik tekan kapal pada keadaan miring dengan garis vertikal yang melalui titik tekan kapal ketika sudut inklinasi dalam limit mendekati nol. Titik potong tersebut berada pada garis kerja gaya berat dan gaya tekan kapal sewaktu dalam posisi tegak.
Dalam hubungan dengan keseimbangan kapal, posisi metasentra ditinjau terhadap letak titik berat kapal. Untuk sudut inklinasi dalam limit mendekati nol, posisi metasentra terhadap titik berat kapal dapat dihitung dengan pendekatan rumus – rumus berikut ini.
Ix
MB = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 6 )
V
MK = KB + MB . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .( 7 )

MG = MK - KB . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 8 )

Ada tiga kemungkinan posisi metasentra M terhadap titik berat kapal G. Ketiga kemungkinan yang dimaksud sebagaimana ditunjukkan pada gambar 5, yaitu M berada di atas G, M dan G berada pada satu titik yang sama, dan M berada di bawah G. Posisi metasentra terhadap titik berat kapal tersebut merupakan indikator keseimbangan kapal, apakah stabil, netral atau labil.
Ketika kapal miring dan M di atas G (MG positif) seperti pada gambar 5a, maka kopel yang terjadi merupakan momen pengembali ( righting moment ). Dengan demikian, kapal berada dalam kesimbangan stabil ( stable equilibrium ).




































Gambar 5. Posisi Metasentra dan Keseimbangan Kapal
Pada suatu kemiringan dimana M tepat pada titik G (MG = 0 ) seperti pada gambar 5b, maka besarnya kopel adalah nol. Pada keadaan seperti ini, kapal berada dalam keseimbangan sembarang atau netral ( indifferent or neutral equilibrium ).

Jika pada suatu kemiringan, dan sementara itu titik M berada di bawah titik G
(MG negatif ) maka kopel yang terjadi merupakan momen oleng ( heeling moment). Dalam keadaan seperti ini, itu berarti kapal berada dalam keseimbangan labil ( unstable equilibrium ).

1.3. INKLINASI DAN TITIK TEKAN

Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu serta diilustrasikan pada gambar 4a, bahwa bila terjadi kemiringan atau keolengan, maka titik tekan kapal akan bergesar dari posisi semula. Pada posisi tegak, titik tekan kapal B berada pada bidang vertikal tengah memanjang kapal. Posisi titik tekan kapal pada waktu oleng BƟ berada di luar bidang vertikal tengah memanjang kapal tersebut, hal mana, arah dan besarnya pergeseran titik tekan tersebut tergantung pada arah dan besarnya sudut oleng.
Titik tekan akan bergeser karena terjadinya perubahan bentuk lambung kapal di bawah permukaan air menyusul terjadinya keolengan, sebagaimana dicontohkan pada gambar 6 di bawah ini. Pada keadaan tegak, kapal terbenam dengan sarat sebesar T pada garis air WL, volume carena sebesar V dan titik tekan pada B.
Setelah kapal mengalami kemiringan dengan sudut oleng sebesar Ɵ, kapal terbenam di air dengan garis air oleng W’L’. Dengan demikian, sarat pada lambung kiri dan lambung kanan menjadi berbeda, masing – masing sebesar T – t dan T + t.
















Gambar 6. Pergesaran Titik Tekan Kapal Akibat Keolengan
Pada keadaan oleng,volume pada lambung kiri berkurang sebesar volume baji v1,dan volume pada lambung kanan bertambah sebesar volume baji vr. Karena vl dan vr besarnya sama yang selanjutnya di sebut v, itu berarti dapat diasumsikan bahwa terjadi pergeseran volume baji sebesar v. Koordinat pergeseran titik tekan baji dari b ke bƟ atau jarak horisontal dan vertikal antara b dengan bƟ dapat dihitung dengan persamaan berikut.

2 B
btbƟ = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 9 )
3

B tan Ɵ
bvbƟ = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 10 )
3

Berdasarkan pada prinsip pergeseran dan kesetimbangan, dapat dinyatakan bahwa momen statis volume kapal adalah sama dengan momen statis pergeseran volume baji. Selanjutnya, pergeseran titik tekan kapal dari B ke BƟ dalam jarak horisontal dan vertikal diantara keduanya dapat dihitung dengan persamaan berikut.

V BtBƟ = v btbƟ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 11 )


2 v B
BtBƟ = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 12 )
3 V

V BvBƟ = v bvbƟ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 13 )


V B tan Ɵ
BvBƟ = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 14 )
3 V

Garis kerja gaya tekan kapal pada saat oleng akan melalui titik tekan BƟ yang posisinya terhadap titik tekan kapal pada saat tegak ( B ) dapat dihitung dengan persamaan ( 12 ) dan ( 14 ) di atas. Dengan asumsi bahwa titik peninjauan atau titik putar kapal pada B, maka besarnya momen yang ditimbulkan oleh gaya tekan adalah hasil kali gaya tekan yang dalam hal ini adalah displeismen dengan jarak tegak lurus antara garis kerja gaya tekan terhadap titik tekan B.

MD = D BB’
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 15 )
MD = D MB sin Ɵ
Momen gaya tekan sebagaimana pada persamaan ( 15 ) di atas merupakan momen statis gaya tekan. Karena titik tekan BƟ tidak pada posisi tegak lurus terhadap titik B, maka secara potensial gaya tekan air memiliki energi tambahan berupa kerja dinamis yang besarnya adalah hasil kali antara gaya tekan atau displeismen dengan panjang jalan atau lengan dinamis.


WD = D B’BƟ
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 16 )
WD = D MB ( 1 – cos Ɵ )



Persamaan ( 16 ) di atas adalah dengan asumsi bahwa jari – jari metasentra pada sudut oleng limit mendekati nol ( MB ) adalah sama dengan jari – jari metasentra pada sudut oleng sebesar Ɵ ( MBƟ ).
Rentang sudut oleng, pada yang mana MB = MBƟ, itulah yang dimaksud dengan sudut oleng awal atau yang dikenal dengan sebutan finite angles yakni antara 0° sampai dengan 6°. Stablitas kapal dalam rentang sudut oleng awal ini dikenal dengan istilah stabilitas awal ( initial stability ).
Pada sudut oleng yang lebih besar ( Ɵ > 6° ), jari – jari metasentra MBƟ tidak lagi sama dengan MB. Oleh karena itu, ada perbedaan antara stabilitas pada sudut oleng yang besar dengan stabilitas awal. Dengan asumsi kapal berbentuk kotak, perbedaan tersebut kiranya dapat diyakini dengan membandingkan antara persamaan ( 17 ) dengan ( 18 ) berikut ini.





MB = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 17 )
12 T



WD = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 18 )
12 T cos³Ɵ

DAFTAR NOTASI

DAFTAR SIMBOL

AP = After Perpendicular (Garis tegak buritan)
AW’L’ = Luas penampang garis air kapal oleng
B = Lebar kapal
B = Titik tekan kapal
BB’ = Lengan gaya tekan, atau jarak tegak lurus antara garis
kerja gaya tekan kapal saat oleng terhadap titik tekan B.
Bb = Lengan gaya berat atau jarak tegak lurus antara garis
kerja gaya berat kapal sewaktu oleng terhadap titik
tekan B.
BG = Jarak titik berat G terhadap titik tekan B.
BO = Jarak vertikal titik tekan B terhadap garis air kapal
sewaktu tegak.
BӨO’’ = Jarak vertikal titik tekan BӨ terhadap garis air kapal
sewaktu oleng.
BtBӨ = Jarak horizontal titik tekan B dengan BӨ.
BvBӨ = Jarak vertikal titik tekan B dangan BӨ.
B’ = Suatu titik pada garis kerja gaya tekan kapal sewaktu
oleng yang posisinya tegak lurus terhadap titik tekan B.
BӨ = Titik tekan kapal pada keadaan miring atau oleng.
B = Suatu titik pada garis kerja gaya berat kapal sewaktu oleng
yang posisinya tegak lurus terhadap titik tekan B.
b’ = Suatu titik pada garis kerja gaya berat kapal sewaktu oleng
yang posisinya terak lurus terhadap titik lunas K.
b = Titik tekan volume baji keluar.
bӨ = Titik tekan volume baji masuk.
btbӨ = Jarak horizontal antara titik tekan b dengan bӨ.
bvbӨ = Jarak vertikal antara titik tekan b dengan bӨ.
C = Kopel
C = Garis sumbu bidang tengah memanjang atau melintang
kapal.
CB = Koefisien blok kapal
C = Kostanta tebal kulit kapal
D = Displeismen atau gaya tekan kapal
D’ = Displeismen atau gaya tekan kapal oleng
DWT = Dead Weight Tonnage (bobot mati atau berat muatan
Kapal)
F = Gaya
FL = Faktor luas menurut formula simpson I
FMv = Faktor momen vertikal
FP = Fore Perpendicular (garis tegak haluan)
FV = Faktor volume menurut formula simpson I
K = Lunas
KB = Jarak vertikal titik berat kapal terhadap garis dasar atau
garis lunas
KBӨ = Jarak vertikal antara titik tekan kapal oleng terhadap garis
dasar atau garis lunas
Kb’ = Lengan gaya berat atau jarak tegak lurus antara garis
kerja gaya berat kapal sewaktu oleng terhadap titik lunasK
KF = Jarak titik berat penampang garis air kapal oleng terhadap
sumbu KK
KG = Jarak vertical titik tekan kapal terhadap garis dasar atau g
garis lunas
KK = Sumbu vertical atau horizontal yang melalui titik lunas
kapal
Kk = Lengan gaya tekan,atau jarak tegak lurus antara garis
kerja gaya tekan saat oleng terhadap titik lunas K
KKBӨ = Jarak tegak lurus antara garis kerja gaya tekan kapal
oleng terhadap sumbu vertical KK
K = Suatu titik pada garis kerja gaya tekan kapal sewaktu
oleng yang posisinya tegak lurus terhadap titik lunas K
L = Panjang kapal
L = Jarak antar section
LCB = Longitudinal Center of Bouyancy (Jarak memanjang titik
tekan kapal terhadap garis tegak buritan)
LCG = Longitudinal Center of Gravity (Jarak memanjang titik berat
kapal terhadap garis tegak buritan)

Ld = Lengan stabilitas dinamis
LWT = Lightweight Tonnage (berat kapal kosong)
M = Momen
M = Metasentra
MB = Jari – jari metasentra atau jarak antara metasentra dengan
titik tekan kapal
MD = Momen gaya tekan kapal
MdD = Momen dinamis gaya tekan kapal
MdW = Momen dinamis gaya berat kapal
MG = Tinggi metasentra atau jarak antara metasentra dengan
titik berat kapal
MK = Jarak antara metasentra dengan garis lunas kapal
MW = Momen gaya berat kapal
Mlw = Momen statis memanjang komponen berat kapal
Mvw = Momen statis vertikal komponen berat kapal
N = Metasentra pada sudut oleng bsar
O = Titik potong garis air dengan bidang vertikal tengah
memanjang kapal
O’ = Titik potong garis air kapal oleng dengan garis kerja gaya
berat

O’’ = Titik potong garis air kapal oleng dengan garis kerja gaya
tekan
Sda = Stabilitas dinamis awal
Ssa = Stabilitas statis awal
T = Sarat kapal
T = Perubahan sarat pada sisi kapal saat oleng
T = Jarak antara garis air

V = Volumina atau volum lambung kapal di bawah permukaan
air
V’ = Volume kapal oleng
V = Volume baji
Vl = Volume baji keluar
Vr = Volume baji masuk

W = Berat kapal (Gaya berat kapal)

WD = Kerja dinamis gaya tekan
WL = Garis air
W’L’ = Garis air kapal oleng
W = Berat komponen kapal

Ym = Sebagian lebar section pada suatu garis air tertentu yang
diukur dari garis vertikal yang melalui titik lunas ke sisi arah
kapal oleng kapal.
Yk = Sebagian lebar section pada suatu garis air tertentu yang
diukur dari garis air vertikal yang melalui titik lunas ke sisi
berlawanan arah oleng kapal.
Y = Lengan gaya atau jarak gaya terhadap sumbu horizontal
∑ = Jumlah
ɤ = Berat jenis air
Ɵ = Sudut oleng
Ɵd = Sudut oleng di mana garis air oleng melalui garis geladak
dan titik tengah lebar garis air kapal tegak.

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI


Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Simbol
Daftar Gambar
Daftar Tabel

Bab I. Prinsip Dasar Stabilitas

1.1 Perihal Keseimbangan
1.2 Kesetimbangan Kapal
a. Berat dan Titik Berat
b. Displeismen dan Titik Tekan
c. Interaksi Gaya Berat dan Gaya Tekan
d. Posisi Metasentra dan keseimbangan Kapal
1.3 Inklinasi dan titik Tekan

Bab II. Perhitungan Stabilitas

2.1 Stabilitas Awal
a. Stabilitas Statis Awal
b. Stabilitas Dinamis Awal
2.2 Stabilitas Lanjut

Bab III. Kurva Stabilitas

3.1 Panto Carena
a. Gambar Body Plan Penuh
b. Luas dan Titik Berat Penampang Garis Air
c. Volume dan Titik Tekan
d. Gambar Panto Carena
3.2 Berat dan Letak Titik Berat
3.3 Lengan Stabilitas

Daftar Pustaka