BAB III
KURVA STABILITAS
Kurva stabilitas merupakan gambaran secara lengkap tentang kondisi stabilitas suatu kapal berupa diagram lengan stabilitas dengan sudut kemiringannya untuk beberapa kondisi displeismen, yang mana, itulah yang disebut dengan istilah kurva stabilitas statis ( static stability curve ). Disamping lengan stabilitas statis itu sendiri, kurva tersebut juga dapat digunakan untuk menentukan beberapa karakteristik penting lainnya untuk masing – masing displeismen, diantaranya ialah tinggi metasentra, sudut maksimum momen pengembali ( righting momen ), rentang stabilitas ( range stability ) dan stabilitas dinamis ( dinamic stability ).
Lengan stabilitas dapat dihitung dengan formulasi bahwa lengan stabilitas adalah hasil kali antara tinggi metasentra dengan sinus sudut oleng ( GG’ = MG sin Ɵ ). Tinggi metasentra MG ditentukan oleh besarnya jari – jari sudut oleng. Variasi sudut oleng adalah mulai dari 10° sampai dengan 90° dengan interval 10°, atau dari 15° sampai 90° dengan interval 15°. Hasil yang diperolah akan lebih akurat bila intervalnya lebih kecil. Dengan pertimbangan untuk sekaligus meliputi sudut oleng stabilitas awal, maka disarankan untuk menghitung mulai dari sudut oleng 5°, 10° sampai 90° dengan interval 10°.
a. Gambar Body Plan Penuh
Pada gambar rencana garis ( lines plan ), body plan digambar hanya setengah bodi yaitu lambung kiri dan lambung kanan saja. Untuk keperluan pembuatan panto carena, body plan harus digambar secara utuh. Dengan kata lain, gambar – gambar penampang melintang lambung kapal ( section ) dibuat secara utuh baik sisi kiri maupun sisi kanan dan juga garis lintang geladak. Pada gambar 9 di bawah ini diperlihatkan contoh body plan yang digambar dengan posisi miring, serta dilengkapi dengan beberapa garis air.
Gambar 9. Body Plan Penuh
Untuk memudahkan dalam penggunaannya dan tidak membuat gambar secara berulang, maka gambar body plan sebaiknya dibuat pada kertas trasparan. Untuk garis – garis air dibuat pada yang lain. Pada garis – garis air tersebut dibuat satu garis vertikal di bagian tengah, dan beberapa garis diagonal yang memotong garis vertikal tersebut pada garis air nol ( WL 0 ). Setiap garis diagonal membentuk sudut terhadap garis vertikal tersebut sebesar sudut oleng kapal yang akan ditinjau.
b. Luas dan Titik Berat Penampang Garis Air
Perhitungan luas dan titik berat penampang garis air kapal oleng dilakukan terhadap penampang garis air mulai dari bagian terbawah berturut – turut ke atas sampai pada garis air dimana akan didapatkan volume atau displeismen yang lebih besar sama dengan displeismen perencanaan.
Ordinat – ordinat lebar penampang garis air dapat diukur pada gambar body plan, hal mana, ordinat – ordinat yang dimaksud adalah lebar dari semua section pada posisi garis air bersangkutan. Lebar setiap section ditentukan dengan dua ukuran, masing – masing diidentifikasi dengan simbol Ym dan Yk. Keduanya diukur dari titik potong antara garis air bersangkutan dengan garis vertikal yang melalui titik lunas K ( garis KK ). Lebar pada sisi kanan, itulah yang disebut dengan Ym, sedangkan Yk adalah lebar pada sisi kiri. Hasil penjumlahan antara Ym dengan Yk, itulah lebar section. Penentuan nilai Ym dan Yk ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam penentuan posisi titik berat penampang garis air terhadap garis KK.
Sebagai penjelasan dari uraian di atas, pada gambar 10 berikut ini diperlihatkan contoh gambar penampang garis air kapal oleng.
Gambar 10. Penampang Garis Air Kapal Oleng
Perhitungan luas dan letak titik berat penampang garis air kapal oleng yang dimaksud di atas dapat dilakukan cara seperti pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Perhitungan Luas dan Titik Berat Penampang Garis Air Kapal Oleng
NO
SECT Ym
(m) Yk
(m) Ym+Yk
(m) F.L D.E ½(Ym+Yk) F.G
A B C D E F G H
∑1=.... ∑2=...
Kolom A, B, C, D, E, F dan pada tabel 1 di atas tentunya sudah cukup jelas. Untuk kolom D dan G dijelaskan sebagai berikut:
a. Kolom D, yakni faktor luas (FL) menurut metode atau formula simpson I.
b. Kolom G,dengan formulasi perhitungan ½ ( Ym – Yk ),itu adalah jarak titik tengah dari lebar section terhadap garis sumbu KK. Pada kasus dimana garis sumbu KK berada di luar bagian lebar section yang ditinjau, maka nilai Yk negatif. Meskipun nilai Yk negatif, tetapi perhitungan jarak terhadap titik tengah dari lebar section yang dimaksud, tetap sama dengan section yang Yk-nya positif. Dengan memperhatikan gambar 10, perihal ini dapat diyakini dengan pembuktian sebagai berikut.
½ (Ym – Yk ) = - (-Yk) + ½ {Ym + (- Yk) }
= Yk + ½ Ym - ½ Yk
= ½ (Ym – Yk )
Dengan telah diperolehnya nilai ∑1 dan ∑2 pada tabel 1 di atas, selanjutnya, luas dan letak titik berat penampang garis air oleng dapat dihitung yang masing – masing dengan persamaan ( 33 ) dan ( 34 ) di bawah ini.
1 ∑1
AW’L’ = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 33 )
3
∑2
KF = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 34 )
∑1
c. Volume dan Titik Tekan
Jika perhitungan luas dan titik tekan untuk beberapa penampang garis air selesai, selanjutnya, perhitungan volume dan letak titik tekan kapal untuk satu sudut oleng tertentu dapat dilakukan dengan cara seperti pada tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Perhitungan Volume dan Titik Tekan Kapal Oleng
NO
W’L’ AW’L’
(m²) FV B . C KF D . E FMv F . G
A B C D
E F
G H
-2
-1
0
∑1.0...
∑2.0...
∑3.0...
0
1
2
∑1.2...
∑2.2...
∑3.2...
2
3
4
∑1.4...
∑2.4...
∑3.4...
4
5
6
∑1.6... ∑2.6... ∑3.6...
Beberapa kolom pada tabel 2 di atas, dijelaskan sebagai berikut :
a. Kolom B, adalah nilai luas untuk suatu penampang garis air kapal oleng ( AW’L’ ) yang diperoleh dari hasil perhitungan menurut persamaan ( 33).
b. Kolom C, adalah faktor volume ( FV ) menurut menurut metode atau formula simpson I.
c. Kolom D, adalah nilai jarak titik berat untuk suatu penampang garis air kapal oleng terhadap sumbu KK ( KF ) yang diperoleh dari hasil perhitungan menurut persamaan ( 34 ).
d. Kolom E, faktor momen vertikal ( FMv ) adalah jumlah satuan jarak antar penampang garis air tertentu terhadap penampang garis air nol.
Setelah nilai ∑1, ∑2, dan ∑3 pada tabel 2 di atas diperoleh, maka volume serta jarak titik tekan kapal oleng yang dihitung mulai dari titik terendah lambung kapal sampai garis air tertentu n, dapat dihitung dengan formulasi seperti pada persamaan ( 35 ), (36 ), (37 ) di bawah ini.
t ∑1. n
V’n = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 35 )
3
∑2. n
KKBƟ = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 36 )
∑1. n
t ∑3. n
KBƟ = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 37 )
∑1. n
Dengan telah diperolehnya volume kapal olen sampai pada sarat tertentu ( V’n), maka displeismen jega sudah dapat dihitung dengan rumus seperti pada persamaan ( 38 ) berikut ini.
D’n = V’ n ɤ c . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 38 )
Jarak vertikal titik tekan kapal oleng terhadap titik lunas ( KBƟ ), sebenarnya tidak diperlukan untuk pembuatan panto carena. Meskipun demikian, KBƟ perlu dihitung untuk mengetahui koordinat posisi titik tekan kapal oleng ( KKBƟ, KB ).
d. Gambar Panto Carena
Setelah volume dan letak titik tekan kapal oleng telah dihitung untuk beberapa sudut, maka data panto carena dapat disusun seperti pada tabel 3.
Tabel 3 . Data Panto Carena
NO SUDUT
OLENG D
KKBƟ SAMPAI PADA GARIS AIR
0 1 ... 2
1 5° D’
KKBƟ
2 10° D’
KKBƟ
3 20° D’
KKBƟ
... ... ° D’
KKBƟ
10 90° D’
KKBƟ
Nilai – nilai jarak tegak lurus titik tekan kapal oleng terhadap garis sumbu vertikal yang melalui titik lunas ( KKBƟ ) untuk berbagai displeismen dan sudut oleng yang disajikan pada tabel 3, selanjutnya digambarkan dalam bentuk kurva sebagaimana yang dimaksud dengan panto carena ( cross curve ). Pada gambar 11 di bawah ini memperlihatkan contoh panto carena.
Gambar 11. Panto Carena
3.2. BERAT DAN LETAK TITIK BERAT
Dalam pengoperasiannya, kapal akan berlayar dalam berbagai variasi berat muatan. Dengan demikian, kapal harus memiliki stabilitas yang baik pada berbagai kondisi displeismen. Untuk keperluan penentuan stabilitas, biasanya dihitung lima variasi displeismen yaitu displeismen kapal kosong, serta displeismen dengan muatan sebesar 25%, 50%, 75% dan 100% dari total kapasitas muatan DWT.
Perhitungan berat dan letak titik berat kapal secara komponen adalah sebagaimana dengan contoh pada tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Perhitungan Berat dan Letak Titik Berat Kapal
NO KOMPONEN
BERAT BERAT
(TON) JARAK TITIK BERAT
(M) ; TERHADAP C . D C . E
K AP
A B C D E F H
∑1.... ∑2.... ∑3....
Dengan nilai – nilai ∑1, ∑2 dan ∑3 yang diperoleh pada tabel 4 diatas, maka berat dan letak titik berat kapal masing – masing dapat dihitung dengan persamaan ( 39 ), ( 40 ) dan ( 41 ) di bawah ini.
D = ∑1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 39 )
∑2
KG = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 40 )
∑1
∑3
LCG = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 41 )
∑1
Setelah jarak vertikal titik berat terhadap garis dasar atau garis lunas ( KG ) diperoleh, selanjutnya lengan gaya berat dapat dihitung dengan formulasi seperti persamaan ( 42 ) di bawah ini.
Kk = KG sin Ɵ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 42 )
Jarak titik berat kapal terhadap garis tegak buritan (LCG ) tidak diperlukan untuk perhitungan stabilitas melintang kapal, tetapi karena diperlukan untuk perhitungan stabilitas memanjang, maka sebaiknya dihitung sekaligus. Bila perhitungan berat dan letak titik berat kapal telah dihitung untuk berbagai displeismen, maka sebaiknya disajikan dalam suatu tabel bentuk seperti pada tabel 5 di bawah ini, hal mana, di dalam juga terdapat nilai – nilai lengan gaya berat.
Tabel 5. Data Berat, Letak Titik Berat dan Lengan Gaya Berat Kapal
NO BERAT
(TON) KG
(M) KG SIN Ɵ ( M )
PADA SUDUT OLENG Ɵ
5° 10° 20° ... ° ... ° 90°
1
2
3
4
5
Sebagai penjelasan tambahan, perlu dikemukakan disini bahwa variasi muatan untuk suatu kapal, adalah mungkin berada diantara variasi muatan yang disebutkan terdahulu. Variasi muatan seperti itu sangat mungkin terjadi, misalnya pada kapal – kapal barang yang banyak menyinggahi pelabuhan. Untuk memberikan keyakinan, maka peninjauan stabilitas pada suatu displeismen tertentu sebaiknya juga dilakukan.
3.3. LENGAN STABILITAS
Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu bahwa kopel terjadi karena interaksi antara gaya tekan dengan gaya berat kapal, hal mana, besarnya adalah hasil kali antara berat atau displeismen kapal dengan jarak garis kerja diantara kedua gaya tersebut. Dengan perkataan lain, lengan stabilitas adalah selisih antara lengan gaya tekan dengan lengan gaya berat.
Pada panto carena telah digambarkan kurva lengan gaya tekan pada berbagai displeismen dan sudut oleng, seperti contoh gambar 11. Lengan gaya berat pada berbagai displeismen dan sudut oleng juga telah diperoleh seperti tabel 5. Selanjutnya, lengan stabilitas dapat dihitung dengan cara seperti pada tabel 6 di bawah ini.
Tabel 6. Perhitungan Lengan Stabilitas
NO SUBYEK RUMUS SUDUT OLENG Ɵ
10° 20° ... ° 90°
1 KKBƟ ( 1 )
2 KG sin Ɵ ( 2 )
3 GG’ ( 1 ) – (2 )
4 Integral GG’ Integral ( 3 )
5 Ld ½ (d Ɵ. л/180) ( 3 )
Lengan stabilitas harus dihitung dan dibuatkan kurvanya untuk berbagai kondisi displeismen dan sudut oleng. Perhitungan pada tabel 6 di atas adalah perhitungan lengan stabilitas pada berbagai sudut oleng untuk suatu nilai displeismen tertentu. Dengan data pada baris 3 dan 5 dalam tabel 6, selanjutnya kurva lengan stabilitas dapat digambarkan seperti pada gambar 12.
Gambar 12. Lengan Stabilitas
Beberapa karateristik stabilitas yang tergambar pada kurva stabilitas seperti pada gambar 11 di atas, diantaranya ialah lengan stabilitas statis, rentang stabilitas ( range stability ), lengan stabilitas statis dan tinggi metasentra.
Pada suatu sudut oleng tertentu, lengan stabilitas statis ( GG’ ) bisa bernilai positif, nol ataupun negatif. Ketiga nilai tersebut mengindikasikan keseimbangan kapal, hal mana, GG’ (+) berarti keseimbangan netral, dan GG(-) berarti keseimbangan labil.
Dari kurva lengan stabilitas statis juga dapat ditentukan rentang stabilitas ( range stability )suatu kapal. Rentang stabilitas adalah rentang sudut oleng kapal baik oleng kiri maupun oleng kanan, pada yang sama, kapal dalam keseimbangan stabil. Sebagai contoh, pada gambar 11 menunjukkan rentang stabilitas antara 0° sampai dengan 82,5°.
Dalam hubungan dengan lengan stabilitas dinamis, luas kurva lengan stabilitas statis merupakan panjang lengan stabilitas statis sebagaimana perhitungan pada baris 5 dalam tabel 6. Dari persamaan ( 31 ) bisa didapatkan bahwa lengan stabilitas dinamis adalah sebesar MG ( 1 - cos Ɵ ), hal mana, ini adalah sama dengan luas kurva lengan stabilitas statis dengan pembuktian seperti berikut ini.
MG (1 – cos dƟ ) ≈ ½ (dƟ / 180 ) л dGG’
≈ 0,00873 dƟ MG sin Ɵ . . . . . . . . (43 )
1 – cos dƟ ≈ 0,00873 dƟ sin dƟ
Misalkan dƟ = 10° cos 10° = 0,984807
Sin 10° = 0,173648
1 – cos dƟ = 1 - 0,984807
= 0,015193
0,00873 dƟ sin dƟ = 0,00873 . 10. 0,173648
= 0,015158
Pada kurva lengan stabilitas statis juga dapat ditentukan besarnya tinggi metasentra ( MG ). Besarnya tinggi metasentra adalah jarak vertikal dari sumbu horisontal sampai pada titik potong antara garis diagonal yang melalui titik singung lengkung lengan stabilitas statis pada sudut oleng dƟ, dengan garis vertikal yang melalui titik absis 1 radian atau 57,3°. Nilai MG yang diperoleh disini adalah tinggi metasentra kapal pada sudut oleng kecil dƟ atau sudut oleng limit mendekati nol, bukan MG pada sudut oleng 57,3°.
Penetapan garis vertikal yang melalui titik absis 1 radian atau 57,3°. Sebagaimana dimaksud di atas, itu merupakan gambaran signifikan korelasi antara tinggi metasentra MG dan lengan stabilitas statis GG’ bahwa GG’ = MG sin Ɵ. Dengan demikian, jika garis vertikal setinggi GG’ ditempatkan pada titik sejauh dƟ dari titik nol sumbu peninjauan, maka garis vertikal setinggi MG harus ditempatkan sejauh 1 radian dari titik nol sumbu peninjauan. Untuk jelasnya, dapat dilihat ilustrasi dan pembuktian di bawah ini.
GG’ MG
=
dƟ x
MG dƟ MG dƟ dƟ
x = = =
GG’ MG sin dƟ sin dƟ
≈ 57,3
Minggu, 05 September 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar